Kamis, 30 April 2015

Jawaban Tugas Praktikum Pengujian Makanan

0 komentar
1.      Apakah tujuan penambahan larutan Bennedict?
·         Untuk menguji adanya kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Bahan makanan yang berwarna merah bata/orange berarti mengandung karbohidrat.

2.      Mengapa perlu dilakukan tes pemanasan larutan Bennedict pada tabung reaksi ?
·         Untuk mempercepat reaksi antara karbohidrat dengan larutan Bennedict, karena dalam menguji karbohidrat secara langsung diperlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemanasan.

3.      Kesimpulan apa yang dapat kamu ambil dari percobaan ini?
Dalam melakukan uji makanan, diperlukan berbagai proses tertentu sesuai dengan bahan makanan yang akan diujikan. Untuk menguji amilum dengan menggunakan larutan lugol. Untuk menguji karbohidrat, dengan pemanasan dan larutan Bennedict. Uji protein, dengan larutan biuret, dan uji lemak menggunakan kertas koran. Di mana hasil penetesan larutan ini akan menghasilkan warna yang berbeda-beda.
            
Read full post »

Laporan Praktikum Biologi - Pengujian Makanan

0 komentar
I.                   Judul                    :
Menguji Makanan

II.                Tujuan
Agar siswa dapat mengetahui kandungan zat gizi (karbohidrat, amilum, protein, lemak) pada berbagai bahan makanan

III.             Dasar Teori

Pencernaan adalah sebuah proses metabolisme di mana suatu makhluk hidup memproses sebuah zat, dalam rangka untuk mengubah secara kimia atau mekanik sesuatu zat menjadi nutrisi. Pencernaan terjadi pada organisme multi sel, sel, dan tingkat sub-sel, biasanya pada hewan.

Pencernaan biasanya dibagi menjadi aktivitas mekanik dan kimia. Dalam kebanyakan vertebrata, pencernaan adalah suatu proses banyak-tingkat dalam sebuah sistem pencernaan, setelah ingesti dari bahan mentah, kebanyakan organisme lain. Proses ingesti biasanya melibatkan beberapa tipe manipulasi mekanik.

Pencernaan dibagi menjadi lima proses terpisah:
1.   Injesti: Menaruh makanan di mulut
2.   Pencernaan mekanik: Mastikasi, penggunaan gigi untuk merobek dan menghancurkan makanan, dan menyalurkan ke perut.
3.   Pencernaan kimiawi: Penambahan kimiawi (asam, 'bile', enzim, dan air) untuk memecah molekul kompleks menjati struktur sederhana
4.   Penyerapan: Gerakan nutrisi dari sistem pencernaan ke sistem sirkulator dan 'lymphatic capallaries' melalui osmosis, transport aktif, dan difusi
5.   Penyingkiran: Penyingkiran material yang tidak dicerna dari 'tract' pencernaan melalui defekasi.
Di belakang proses tersebut adalah gerakan otot di seluruh sistem deglutisi dan peristalsis.

IV.             Alat dan Bahan

1.      Alat     :
a.       Mortar
b.      Pistil
c.       Tabung reaksi
d.      Pengaduk
e.       Pembakar spiritus
f.       Korek api
g.      Kertas koran
h.      Papan tes porselen
i.        Gelas beker
j.        Rak tabung reaksi
k.      Gelas ukur
l.        Cawan petri

2.      Bahan  :
a.       Akuades (air)
b.      Larutan lugol
c.       Fehling A dan B
d.      Larutan Biuret
e.       Gula
f.       Roti
g.      Nasi
h.      Terigu
i.        Ubi
j.        Putih telur
k.      Daging
l.        Ikan
m.    Mentega/margarine
n.      Sirup
                       
V.                Cara Kerja

A.    Uji Amilum

1.      Siapkan bahan makanan yang akan diuji (terigu, ubi).
2.      Haluskan setiap bahan makanan dengan menggunakan mortar dan pinsil, lalu tambahkan sedikit akuades.
3.      Masukkan hasil cara kerja nomor 2 pada tabung reaksi. Catatlah setiap bahan makanan atau difoto!
4.      Teteskan larutan lugol sebanyak 5 tetes pada setiap bahan makanan tersebut!
5.      Amatilah perubahan warna yang terjadi pada setiap bahan makanan. Jika bahan makanan mengandung amilum, warna pada bahan makanan akan menjadi biru sampai hitam.
6.      Fotolah hasil akhir dari pengamatan!

B.     Uji Karbohidrat

1.      Siapkan bahan makanan yang akan diuji (gula, roti, nasi).
2.      Haluskan setiap bahan makanan dengan menggunakan mortar dan pinsil, lalu tambahkan sedikit akuades.
3.      Masukkan hasil cara kerja nomor 2 pada tabung reaksi. Catatlah setiap bahan makanan atau difoto!
4.      Tetesi gula dan nasi dengan menggunakan larutan Bennedict sebanyak 5 tetes, sedangkan pada roti ditetesi dengan Fehling A dan B masing-masing sebanyak 3 tetes.
5.      Masukkan ketiga tabung reaksi yang telah berisi bahan makanan tersebut ke dalam gelas beker yang telah terisi air yang dibakar dengan menggunakan pembakar spiritus.
6.      Amatilah perubahan warna yang terjadi pada setiap bahan makanan. Jika bahan makanan mengandung karbohidrat, warna pada bahan makanan akan menjadi biru, lalu berubah menjadi hijau sampai merah bata.
7.      Fotolah hasil akhir dari pengamatan!

C.    Uji Protein

1.      Siapkan bahan makanan yang akan diuji (putih telur, daging, ikan).
2.      Haluskan setiap bahan makanan dengan menggunakan mortar dan papan tes porselen serta pinsil, lalu tambahkan sedikit akuades (khusus untuk putih telur, tidak perlu ditambahkan akuades).
3.      Masukkan hasil cara kerja nomor 2 pada tabung reaksi. Catatlah setiap bahan makanan atau difoto!
4.      Tetesi bahan makanan dengan menggunakan larutan Biuret sebanyak 5 tetes.
5.      Amatilah perubahan warna yang terjadi pada setiap bahan makanan. Jika bahan makanan mengandung protein, warna pada bahan makanan akan menjadi ungu.
6.      Fotolah hasil akhir dari pengamatan!

D.    Uji Lemak

1.      Siapkan bahan makanan yang akan diuji (mentega, sirup).
2.      Oleskan bahan makanan tersebut pada kertas koran dan keringkan kertas tersebut.
3.      Amatilah perubahan yang terjadi. Jika mengandung lemak, maka kertas minyak akan tampak transparan.
4.      Fotolah hasil akhir dari pengamatan!

VI.             Hasil Pengamatan

No.
Uji
Hasil Praktikum
Hasil sebenarnya
1.
Uji Amilum
·         Terigu + Lugol
·         Ubi + Lugol

·         Biru kehitaman
·         Biru kehitaman
    Biru kehitaman
2.
Uji Karbohidrat
·         Gula + Bennedict
·         Roti + Fehling A dan B
·         Nasi + Bennedict

·         Kuning
·         Kuning tua
·         Putih dan Kuning
Merah Bata
3.
Uji Protein
·         Ikan + Biuret
·         Putih telur + Biuret
·         Daging sapi + Biuret

·         Ungu
·         Bening + Ungu
·         Merah tua
Ungu
4.
Uji Lemak
·         Sirup
·         Mentega

  • Transparan
  • Transparan
Transparan

Pada praktikum uji karbohidrat, yang paling cepat berubah warna adalah gula, diikuti dengan roti, dan nasi.
                 
            Foto-foto praktikum:







VII.  Kesimpulan

Dalam melakukan uji makanan, diperlukan berbagai proses tertentu sesuai dengan bahan makanan yang akan diujikan. Untuk menguji amilum dengan menggunakan larutan lugol, dan hasil akhir yang didapat ada;ah biru kehitaman. Untuk menguji karbohidrat, dilakukan dengan pemanasan dan larutan Bennedict, hasil akhir yang didapat adalah merah bata. Uji protein dengan larutan biuret dan didapat warna ungu, dan uji lemak menggunakan kertas koran yang akan menyebabkan kertas koran menjadi transparan. (Hasil penetesan larutan ini akan menghasilkan warna yang berbeda-beda)
Read full post »

Senin, 27 April 2015

Laporan Praktikum Material Teknik Pengujian Jominy/Hardenability

0 komentar
TUJUAN
Untuk mengetahui sifat mampu keras (hardenability) dari suatu logam

TEORI DASAR
            Pada kondisi tertentu diperlukan adanya peningkatan dari baja yang telah tersedia. Tetapi tidak semua baja dapat dinaikan kekerasannya sesuai dengan yang kita inginkan. Pengerasan baja tergantung pada komposisi kimia dan kecepatan pendinginannya. Untuk mengetahui mampu keras suatu baja dilakukan percobaan Jominy.

Percobaan Jominy merupakan suatu standar yang banyak digunakan untuk mengetahui sifat mampu keras suatu baja. Melalui prosedur ini, semua factor yang berpengaruh terhadap kekerasannya (seperti bentuk specimen , ukuran specimen dan quenching treatment) dijaga agar tetap sama/konstan. Hal ini ditentukan menurut standar sebagai berikut :


Dari pengujian Jominy ini kita akan mendapatkan kurva hubungan antara Kekerasan (HRc) terhadap jarak dari quenched end (gambar diatas). Semakin jauh jarak dari quenched end maka harga kekerasan suatu baja akan semakin kecil.
         Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian ini salah satunya adalah Severity of quench. Severity of quench merupakan ukuran dari suatu media quench dalam menyerap panas/kalor dari benda kerja. Media quench yang sering digunakan antara lain air, oli, dan udara. Dari ketiga contoh tersebut air memiliki kemampuan menyerap panas paling tinggi, sehingga laju pendinginan benda kerja dalam media quench air paling cepat dibandingkan media pendinginan yang lain.

DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
Spesimen                  :   AISI 4142
Diameter                   :  1”
Panjang                     :  4”

Kekerasan Awal       :  60 HRA





PEMBAHASAN
Percobaan ini diawali dengan pemanasan baja hingga temperature austenisasinya sehingga seluruh bagian baja berubah menjadi austenit. Setelah dilakukan holding time yang dirasa cukup (untuk menghomogenasi kalor pada seluruh bagian specimen), dilakukan pendinginan dengan menggunakan water jet yang ditembakan/disemprotkan pada salah satu ujung dari specimen (pusat quenching. Mekanisme pengerasan baja tersebut yaitu dengan pembentukan martensit dari austenit sebagai akibat dari proses pendinginan dengan laju yang cepat. Pada pusat quenching (bagian yang disemprot dengan water jet) karena laju pendinginannya paling cepat maka martensit banyak terbentuk disana. Hal ini menyebabkan kekerasan pada bagian ini paling keras. Sedangkan makin menjauhi pusat quench laju pendinginan akan makin melambat sehingga martensit yang terbentuk makin sedikit namun perlit yang akan terbentuk akan makin banyak. Hal ini dapat terlihat dari diagram CCT bahwa makin lambat laju pendinginan maka akan mempengaruhi jumlah martensit yang terbentuk (untuk suatu baja yang sama)


Dari kurva diatas akan terukur harga kekerasan yang berbeda pada laju pendinginan A,B,C,danD. Urutan kekerasan : A>B>C>D.
                Secara teoritis specimen, yang dalam hal ini bja AISI 4142 termasuk jenis baja karbon medium. Dalam hal ini seharusnya baja jenis ini memiliki sifat mampu keras yang baik. Jika kita melihat dari diagram CCT-nya maka kita akan melihat bahwa letak hidung kurvanya terletak cukup jauh dari sumbu tegaknya sehingga dengan proses pendinginan yang cepat memungkinkan terbentuknya martensit. Disamping itu didukung oleh letak martensit start yang tidak begitu rendah sehingga kemungkinan terbentuk 100% martensit lebih besar jika disbanding dengan baja karbon tinggi (Pada baja karbon tinggi sering masih ada austenit sisia yang belum sempat berubah menjadi martensit).
                Namun apabila kita memplotkan kurva hardenability hasil percobaan bersama dengan kurva hardenability band-nya, terlihat bahwa specimen yang kita uji tersebut sifat mampu kerasnya kurang baik. Hal ini terlihat dari letak kurva hardenabilitynya yang terletak dibawah batas minimum hardenability band-nya.Padahal seharusnya baja karbon medium yang secara teoritis memiliki sifat mampu keras yang baik, kurva hardenabilitynya berada di dalam hardenability band-nya. Berikut kurva gabungan antara kurva hardenability yang diperoleh dengan kurva hardenability band-nya :


Dengan series 1 = kurva kekerasan maksimum, series 2 = kurva kekerasan minimum, dan series 3 = kurva hardenability.
                Penyimpangan tersebut dapat terjadi kemungkinan karena dari factor komposisinya sendiri. Ada kemungkinan komposisi yang dimiliki oleh specimen tidaklah memenuhi standar yang ada terutama unsur C-nya. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa factor % karbon sangat berpengaruh terhadap sifat mampu keras dari suatu baja. Pada specimen kemungkinan kadar karbonnya kurang dari standar yang telah ada.
                Faktor lain yang dapat terjadi adalah pada saat pemanasan specimen. Hal yang mungkin terjadi adalah tidak homogennya pemanasan yang dilkukan pada specimen. Itu semua dapat terjadi misalnya terlihat dalam penyimpanan specimen dalam tungku. Secara logika kita tahu bahwa bagian yang secara langsung bersentuhan dengan dasar tungku pastilah lebih panas daripada bagian lain yang tidak bersentuhan dengan dasar tungku. Selain itu di awal-awal pemanasan, terjadi sedikit kesalahan prosedur  sehingga dikawatirkan pemanansan di awal-awal tersebut belum dapat mengubah specimen menjadi austenit dan itu dapat mempengaruhi kekerasan yang kita dapatkan.
                Hal lain yang mungkin dapat mempengaruhi hasil percobaan adalah pada saat specimen dikeluarkan dari tungku. Proses ini kemungkinan besar membuat terlalu lama specimen berada di udara sehingga di sana telah terjadi pendinginan dengan laju yang lambat. Bisa saja hal itu dapat mempengaruhi kekerasan karena pendinginan yang lambat tersebut kemungkinan besar malah akan membuat specimen tersebut lebih lunak sebelum akhirnya didinginkan dengan semprot air . Apabila hal tersebut terjadi jelas saja akan berpengaruh terhadap kekerasan specimen setelah didinginkan dengan semprot air sampai suhu kamar. Karena telah mengalami pelunakan terlebih dahulu maka pengerasannya terhadap kekerasan awalnya kan menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.
KESIMPULAN
  • Sifat mampu keras specimen menurut percobaan ini kurang baik.
  • Hardenability dari specimen hasil uji jominy dapat diketahui melalui kurva hardenabilitynya, yaitu sebagai berikut :

  • Semakin landai jarak antara puncak dengan lembahnya pada kurva yang didapat, maka martensit yang terbentuk akan lebih sempurna atau dapat dikatakan pembentukannya merata. Semakin landai kurvanya, maka mampu kerasnya semakin baik jika dibandingkan dengan kurva yang jarak puncak dengan lembahnya cukup curam

DAFTAR PUSTAKA
Callister, William D, 2003. Materials Science and Engineering an Introduction. Sixth edition, John Wiley & Son Inc, New York. Hal 361-368,hal 323-324.






Read full post »

Jawaban Tugas Praktikum Hardenability/Jominy

0 komentar

Harga kekerasan spesimen dari titik uji satu ke titik uji lainnya tidak terlalu jauh. Perbedaan harga kekerasan yang tipis pada tiap titik menandakan bahwa pembentukan martensit pada specimen cukup merata



4. Penyebab secondary hardening adalah sama-sama akibat dari adnya inklusi/unsur paduan lain yang bereaksi membentuk senyawa karbida yang keras sehingga kekerasan meningkat pada saat ditemper. Fenomena ini dapat terjadi pada baja perkakas atau toll yang banyak mengandung unsure paduan lain seperti Mn, Cr, dsb. Sedangkan untuk temper embritlement adalah fenomena pengerasan yang terjadi pada baja karbon pada saat ditemper (temper tahap 1). Hal ini disebabkan karena adanya perubahan  austenit sisa menjadi martensit. Fenomena ini terjadi pada baja karbon tinggi. 


Read full post »

Laporan Praktikum Material Teknik - Metal Hardening/Pengerasan Baja

0 komentar
I.   TUJUAN PRAKTIKUM
·         Mempelajari fenomena pengerasan pada baja karbon
·         Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan pada logam
·         Memahami mekanisme dan fenomena precipitation hardening pada paduan Al-Cu
II. TEORI DASAR
            Pada dasarnya proses pengerasan logam dilakukan dengan menghambat pergerakan dislokasi sehingga logam yang bersangkutan akn semakin sulit untuk dideformasi plastis, atau dengan kata lain ia menjadi lebih keras dari keadaan sebelumnya. Untuk menghambat pergerakan dislokasi ini digunakan beberapa metode antara lain : pengerasan dengan mekanisme mpembentukan martensit pada baja, precipitation hardening, pengerasan dengan cold working dan sebagainya. Dalam praktikum ini dilakukan proses pengerasan baja , precipitation pada paduan Al-Cu. Selain itu pada praktikum ini juga dilakukan proses rekristalisasi pada logam Cu.
a.      Pengerasan Baja Karbon
Baja dapat dikeraskan dengan menerapkan proses perlakuan panas atau heat treatment. Proses heat treatment sendiri merupakan prose pengubahan sifat logam melalui pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan penganturan laju pendinginan.

Pengerasan baja ini dilakukan dengan pemanasan baja tersebut sampai terbentuk fasa austenit pada baja tersebut. Setelah dilakukan holding time untuk membuat  temperature bersifat  homogen di seluruh baja, baja tersebut kemudian didinginkan secara cepat sehingga timbul fasa martensit yang keras.

a.      Precipitation Hardening pada paduan Al-Cu
Precipitation hardening adalah proses perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan material dengan pembentukan precipitat yang tersebar secara seragam di dalam matrik. Precipitatio hardening memiliki 2 tahapan Antara lain :
1.      Solution heat treating
2.      Precipitation heat treating

Pada tahap solution heat treating, unsur Cu akan melarut dalam paduan yang dilakukan dengan memanaskannya hingga batas kelarutannya. Setelah dilakukan holding time maka akan terbentuk larutan padat lewat jenuh (super saturated solid solution). Kemudian  paduan tersebut diquenching.
Tahapan selanjutnya adalah Precipitation heat treating. Pada tahapan ini paduan tersebut kemudian di aging sehingga terbentuk precipitat yang nantinya akan menghambat pergerakan dislokasi. Dengan terhambatnya pergerakan dislokasi inilah paduan Al-Cu tersebut akan menjadi lebih keras.

a.      Rekristalisasi
Material kristalin yang mengalami deformasi plastis pada temperature rendah (cold work) akan mengalami perubahan bentuk butir dan terjadi peningkatan kekerasan meningkatnya kerapatan dislokasinya. Rekristalisasi sendiri merupakan proses perlakuan panas yang ditandai dengan terbentuknya butir baru yang berbentuk equiaksial dengan kerapatan dislokasi yang kecil disertai dengan penurunan kekerasan. Temperatur rekristalisasi dipengaruhi oleh deformasi plastis yang dialami oleh material. Semakin banyak ia mengalami deformasi plastis maka temperature rekristalisainya akan semakin turun. Rekristalisasi ini merupakan fungsi dari temperature dan waktu.


VI PEMBAHASAN
Pada praktikum pengerasan baja , specimen dipanaskan pada suhu 900ºC selama 30 menit. Setelah itu dilakukan proses pendinginan secara cepat (quenching) dalam air sambil diaduk-aduk. Pengadukan tersebut dimaksudkan untuk menghindari vapour blanked pada specimen. Vapour blanked tersebut akan mempengaruhi laju pendinginan pada specimen. Dengan adanya vapour blanked tersebut akan menurunkan laju pendinginan karena aliran panas dari specimen ke media quenching , dalam hal ini air tidak berjalan secara mestinya. 

Dari data yang didapat terlihat bahwa kedua specimen mengalami pengerasan. Hal ini menunjukan bahwa dalam kedua specimen tersebut telah terbentuk fasa martensit yang brrsifat keras. Namun demikian pada baja karbon medium ada kemungkinan fasa yang terbentuk tidak sepenuhnya martensit. Hal tersebut disebabkan karena  letak martensit finish (Mf) akan semakin turun dengan semakin tingginya kadar karbon yang dimiliki baja tersebut sehingga masih terdapat austenit sisa yang belum sempat bertranformasi menjadi fasa martensit. Fenomena tersebut dapat diatasi dengan zub-zero treatment menurunkan temperature lingkungan (media quenching) sehingga Mf bisa tercapai.
            Pada pengerasan Al-Cu tahapan pertama dalam proses precipitation hardening telah dilakukan oleh asisten (pemanasan 550ºC selama 12 jam kemudian diquench). Tahapan berikutnya yaitu precipitation heat treating dilakuka oleh praktikan. Caranya dipanaskan sampai temperature 200ºC lalu diquench seperti proses pengerasan pada logam. Hal yang perlu diperhatikan dalamproses ini sama seperti pada proses pengerasan logam ,yaitu pada saat quenching dilakukan specimen diaduk-aduk supaya tidak terjadi vapour blangked.
            Dari data yang diperoleh didapatkan kurva hubungan antara kekerasan yang terjadi terhadap waktu aging :

Dari kurva diatas terlihat bahwa kekerasan meningkat dengan pesat antara 10 sampai 30 menit lamanya aging. Sedangkan untuk t range 60 sampai 120 menit, kurva terlihat menurun, namun demikian hal ini bukan menunjukan over aging karena penurunannya tidak terlalu jauh. Secara teoritik untuk daerah t range 0 sampai 60 menit merupakan GP zones. Hal ini ditandai meningkatnya kekerasan paduan Al-Cu seiring lamanya pemanasan. Peningkatan  kekerasasn tersebut disebabkan karena timbulnya partikel precipitat yang masih koheren dengan solvent atom (Al). Hal ini menyebabkan terjadinya distorsi latis sehingga dislokasi dapat dihambat (paduan mengeras). Partikel precipitat tersebut akan terus membesar seiring dengan lamanya pemanasan (pada GP zones), sehingga paduan semakin keras.
            Tembaga memiliki temperature melting sekitar 1085ºC. Dari keterangan ini kita dapat perkirakan bahwa temperature rekristalisasi dari tembaga sekitar 540ºC. Pada percobaan tembaga no 6 dipanaskan pada temperature 100ºC. Seharusnya kekerasan setelah dipanaskan dengan sebelum dipanaskan relative sama karena pada temperature ini yang terjadi adalah proses recovery dimana dislokasi tidak terpengaruh dengan recovery temperaturnya. Namun demikian hasil yang didapatkan tidak demikian, kekerasan setelah pemanasan meningkat. Hal ini mungkin terjadi karena kekurang akuratan data yang diperoleh (dari uji keras), yang terlihat dari range kekerasan specimen sebelum pemanasan yang cukup besar (dari 67 sampai 87 HRc).  Sedang pada specimen no 2 sampai 5 terjadi pengerasan. Hal tersebut terjadi karena adanya penghalusan butir, sedangkan menurut teori yang ada kekerasan berbanding terbalik dengan ukuran butir, makin kecil butir maka kekerasan suatu material akan semakin kuat. Walaupun terjadi kesalahan prosedur pada specimen no 4, specimen yang lain agaknya sudah mewakili.  Sedangkan pada specimen no 1 dipanaskan sampai suhu 850 ºC dan kekerasan yang didapatkan menurun secara drastic. Penurunan kemungkinan disebabkan karena butir-butir dari tembaga tersebut tumbuh sehingga menjadi lebih besar ukurannya daripada ukuran semula. Membesarnya ukuran butir inilah yang menyebabkan kekerasan dari specimen menurun.
V.                KESIMPULAN
·                     Pengerasan baja dilakukan  dengan mekanisme pembentukan martensit dari austenit dengan mekanisme geser.
·                     Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan pada logam :]
1.      persen karbon
2.      laju pendinginan.
3.      Pemanasan
4.      ukuran butir pada logam
·                     Mekanisme precipitation hardening adalah pembentukan presipitat untuk menghalangi pergerakan dislokasi
·                     Fenomena Precipitation Hardening pada paduan Al-Cu :
1.      Pemanasan sampai  tahap solution treatment sampai terbentuk fasa α
2.      Holding time
3.      Quenching
4.      Pemanasan kembali (aging).

VI.   DAFTAR PUSTAKA
·         Callister, William D, 2003. Materials Science and Engineering an Introduction. Sixth edition, John Wiley & Son Inc, New York.
·         Dieter, George E, 1988. Mechanical Metallurgy.3rded, McGraw-Hill Inc. New York.





Read full post »

Jawaban Tugas Praktikum Metal Hardening/Pengerasan Baja

0 komentar
a. Mengapa setelah dikeraskan ,kekerasan baja karbon rendah lebih rendah dibandingakan dg baja karbon medium atau tinggi?
Karena pada baja karbon rendah walaupun sudah dilakukan pendinginan secara cepat tetap masih ad perlit yang terbentuk perlit selain fasa martensit. Hal terlihat pada diagram CCT, garis Ps (perlit start) yang dekat dengan sumbu tegak mengakibatkan walaupun sudah dilkukan pendinginan yang cepat tetap masih ada kemungkinan perlit terbentuk.
b.      Mekanisme terbentuknya martensit dan mengapa martensit keras.
Mekanisme terbentuknya martensit adalah bergesernya atom C. Dalam hal ini atom C tidak sempat berdifusi karena pendinginan yang cepat sehingga ia hanya akan bergeser ke rongga-rongga dalam sel satuan FCC milik Fe dengan mengisiterlebih dahulu rongga oktahedralnya terlebih dahulu baru rongga tetrahedralnya.
c.       Mengapa terbentuk Austenit sisa, apa pengaruhnya terhadap kekerasan, cara untuk mengatasinya ?
Karena Mf terletak pada temperature yang rendah sehingga pada saat pendinginan tidak semua austenit bertranformasi menjadi martensit.
Austenit sisa akan mengurangi kekerasanshg hasil pengerasan yang didapat tidak optimum.
Untuk mengatasinya dilakukan subzero treatment sehingga Mfnya tercapai dan semua Austenitnya bertranformasi menjadi martensit.
d.      Bagaimana cara membuat diagram CCT ?
Dengan memplotkan tranformasi yang terjadi pada temperature tertentu terhadap waktu pendinginan.
            3.3
a.  Buat analisis pengaruh waktu aging terhadap kekerasan?
      (dalam pembahasan)
b.  Apa yang anda ketahui mengenai GP zone?
   Suatu daerah dimana terbentuk cluster (berkumpulnya atom-atom terlarut substitusi)/partikel precipitat  dimana cluster tersebut masih koheren dengan atom-atom solvent. Hal ini menyebabkan distorsi latis yang berakibat pada meningkatnya kekerasan logam.
c.       Mengapa presipitasi meningkatkan kekearasan ?
Presipitasi dapat meningkatkan kekerasan karena ia akan menghalangi pergerakan dislokasi. Pada GP zone terlihat bahwa adanya presipitat akan menyebabkan distorsi latis sehingga meningkatkan internal strees, karena inilah dislokasi dapat dihambat pergerakannya.
d.      Apa yang dimaksud dg natural aging,artificial aging dan overaging ?
Natural aging        :  pada precipitation hardening aging dilakukan pada        temperature kamar
Artificial aging   : Pada precipitation hardening aging dilakukan diatas    temperature kamar.
Over aging           :    aging yang melewati batas kekuatan dan kekerasan yang     dapat diperoleh , sehingga kekerasan malah turun.
4.3
a. Pengaruh temperature anil terhadap kekerasan dan ukuran butir ?
            Dengan meningkatnya temperature anil kekerasan akan menurun (material akan menjadi lebih lunak.
            Dengan meningkatnya temperature anil, untuk daerah recovery sampai dengan rekristalisasi butir menjadi semakin halus (dari elongated menjadi equiaksial), namun apabila dianil lebih tinggi lagi butir-butir tadi akan tumbuh.
b. Pada pemanasan 400ºC apa pengaruhnya terhadap kekerasan ?
Kekerasan meningkat.
Hal ini disebabkan berubahnya ukuran dan bentuk butir menjadi lebih halus.
a.       Mengapa pemberian hot working tidak meningkatkan kekerasan ?
Karena pada Hot Working dislokasi menjadi relative sedikit akibat dipanaskan diatas temperature rekristalisasi sehingga kekerasan akibat strain hardening tidaklah ada.
b.      Apa keuntungan rekristalisasi ?
·         Dapat mengurangi kegetasan dengan mengurangi densitas dislokasinya.
·         Sifat mekanik dan sifat elektriknya dapat kembali seperti keadaan semula (sebelum dilakukan cold work)
c.       Pengaruh cold work terhadap temperature rekristalisasi material ?
Makin banyak cold work yang diberikan kepada suatu material maka kecepatan rekristalisasi makin meningkat atau dengan kata lain temperature rekristalisasi semakin menurun.
Tugas tambahan
1.      Pengertian severity of quenching ?
Kemampuan suatu media quenching  untuk menyerap panas dari benda kerja.
2.      Martemper dan Austemper ?
Martemper  :   Pemanasan kembali pada martensit (250-650ºC), untuk meningkatkan ketangguhan dan keuletannya, dengan mentranformasikan  martensit (BCT,single phase)                     α +Fe3C (Tempered martensit).
Austemper    :     Tempered (pemanasan kembali)untukmenghilangkan austenit sisa pada martensit.
3.      Recovery, Recristalisasi, Grain growth ?
Recovery  :  kembali ke sifat fisik awal sebelum dilakukan cold working dengan penyusunan kembali dislokasi menjadi susunan yang lebih teratur namuntidak ada perubahan yang berarti secara microstruktural.
Recristalisasi  :   Pengintian butir baru yang bebeas regangan , sedikit dislokasi dan memiliki karakteristik sama seperti sebelum dilakukan cold working.

Graingrowth :  Pertumbuhan butir equiaksial menjadi lbh besar ukurannya.
Read full post »
 

Copyright © Material-is-me Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger