·
Mempelajari fenomena pengerasan pada baja karbon
·
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kekerasan pada logam
·
Memahami mekanisme dan fenomena precipitation
hardening pada paduan Al-Cu
II. TEORI DASAR
Pada dasarnya proses pengerasan
logam dilakukan dengan menghambat pergerakan dislokasi sehingga logam yang
bersangkutan akn semakin sulit untuk dideformasi plastis, atau dengan kata lain
ia menjadi lebih keras dari keadaan sebelumnya. Untuk menghambat pergerakan
dislokasi ini digunakan beberapa metode antara lain : pengerasan dengan
mekanisme mpembentukan martensit pada baja, precipitation hardening, pengerasan
dengan cold working dan sebagainya. Dalam praktikum ini dilakukan proses
pengerasan baja , precipitation pada paduan Al-Cu. Selain itu pada praktikum
ini juga dilakukan proses rekristalisasi pada logam Cu.
a. Pengerasan Baja Karbon
Baja
dapat dikeraskan dengan menerapkan proses perlakuan panas atau heat treatment.
Proses heat treatment sendiri merupakan prose pengubahan sifat logam melalui
pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan penganturan laju
pendinginan.
Pengerasan
baja ini dilakukan dengan pemanasan baja tersebut sampai terbentuk fasa
austenit pada baja tersebut. Setelah dilakukan holding time untuk membuat temperature bersifat homogen di seluruh baja, baja tersebut
kemudian didinginkan secara cepat sehingga timbul fasa martensit yang keras.
a. Precipitation Hardening pada paduan Al-Cu
Precipitation
hardening adalah proses perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan dan kekerasan material dengan pembentukan precipitat yang tersebar
secara seragam di dalam matrik. Precipitatio hardening memiliki 2 tahapan
Antara lain :
1.
Solution heat treating
2.
Precipitation heat treating
Pada tahap solution heat treating, unsur Cu akan
melarut dalam paduan yang dilakukan dengan memanaskannya hingga batas
kelarutannya. Setelah dilakukan holding time maka akan terbentuk larutan padat
lewat jenuh (super saturated solid solution). Kemudian paduan tersebut diquenching.
Tahapan selanjutnya adalah Precipitation heat
treating. Pada tahapan ini paduan tersebut kemudian di aging sehingga terbentuk
precipitat yang nantinya akan menghambat pergerakan dislokasi. Dengan
terhambatnya pergerakan dislokasi inilah paduan Al-Cu tersebut akan menjadi
lebih keras.
a. Rekristalisasi
Material
kristalin yang mengalami deformasi plastis pada temperature rendah (cold work)
akan mengalami perubahan bentuk butir dan terjadi peningkatan kekerasan
meningkatnya kerapatan dislokasinya. Rekristalisasi sendiri merupakan proses
perlakuan panas yang ditandai dengan terbentuknya butir baru yang berbentuk
equiaksial dengan kerapatan dislokasi yang kecil disertai dengan penurunan
kekerasan. Temperatur rekristalisasi dipengaruhi oleh deformasi plastis yang
dialami oleh material. Semakin banyak ia mengalami deformasi plastis maka
temperature rekristalisainya akan semakin turun. Rekristalisasi ini merupakan
fungsi dari temperature dan waktu.
VI PEMBAHASAN
Pada
praktikum pengerasan baja , specimen dipanaskan pada suhu 900ºC selama 30
menit. Setelah itu dilakukan proses pendinginan secara cepat (quenching) dalam
air sambil diaduk-aduk. Pengadukan tersebut dimaksudkan untuk menghindari vapour blanked pada specimen. Vapour
blanked tersebut akan mempengaruhi laju pendinginan pada specimen. Dengan
adanya vapour blanked tersebut akan
menurunkan laju pendinginan karena aliran panas dari specimen ke media
quenching , dalam hal ini air tidak berjalan secara mestinya.
Dari data yang
didapat terlihat bahwa kedua specimen mengalami pengerasan. Hal ini menunjukan
bahwa dalam kedua specimen tersebut telah terbentuk fasa martensit yang
brrsifat keras. Namun demikian pada baja karbon medium ada kemungkinan fasa
yang terbentuk tidak sepenuhnya martensit. Hal tersebut disebabkan karena letak martensit finish (Mf) akan semakin
turun dengan semakin tingginya kadar karbon yang dimiliki baja tersebut
sehingga masih terdapat austenit sisa yang belum sempat bertranformasi menjadi
fasa martensit. Fenomena tersebut dapat diatasi dengan zub-zero treatment menurunkan temperature lingkungan (media
quenching) sehingga Mf bisa tercapai.
Pada pengerasan Al-Cu tahapan
pertama dalam proses precipitation hardening telah dilakukan oleh asisten
(pemanasan 550ºC selama 12 jam kemudian diquench). Tahapan berikutnya yaitu
precipitation heat treating dilakuka oleh praktikan. Caranya dipanaskan sampai
temperature 200ºC lalu diquench seperti proses pengerasan pada logam. Hal yang
perlu diperhatikan dalamproses ini sama seperti pada proses pengerasan logam
,yaitu pada saat quenching dilakukan specimen diaduk-aduk supaya tidak terjadi vapour blangked.
Dari data yang diperoleh didapatkan
kurva hubungan antara kekerasan yang terjadi terhadap waktu aging :
Dari kurva
diatas terlihat bahwa kekerasan meningkat dengan pesat antara 10 sampai 30
menit lamanya aging. Sedangkan untuk t range 60 sampai 120 menit, kurva
terlihat menurun, namun demikian hal ini bukan menunjukan over aging karena
penurunannya tidak terlalu jauh. Secara teoritik untuk daerah t range 0 sampai
60 menit merupakan GP zones. Hal ini ditandai meningkatnya kekerasan paduan
Al-Cu seiring lamanya pemanasan. Peningkatan
kekerasasn tersebut disebabkan karena timbulnya partikel precipitat yang
masih koheren dengan solvent atom (Al). Hal ini menyebabkan terjadinya distorsi
latis sehingga dislokasi dapat dihambat (paduan mengeras). Partikel precipitat
tersebut akan terus membesar seiring dengan lamanya pemanasan (pada GP zones),
sehingga paduan semakin keras.
Tembaga memiliki temperature melting
sekitar 1085ºC. Dari keterangan ini kita dapat perkirakan bahwa temperature
rekristalisasi dari tembaga sekitar 540ºC. Pada percobaan tembaga no 6
dipanaskan pada temperature 100ºC. Seharusnya kekerasan setelah dipanaskan
dengan sebelum dipanaskan relative sama karena pada temperature ini yang
terjadi adalah proses recovery dimana dislokasi tidak terpengaruh dengan
recovery temperaturnya. Namun demikian hasil yang didapatkan tidak demikian,
kekerasan setelah pemanasan meningkat. Hal ini mungkin terjadi karena kekurang
akuratan data yang diperoleh (dari uji keras), yang terlihat dari range
kekerasan specimen sebelum pemanasan yang cukup besar (dari 67 sampai 87 HRc). Sedang pada specimen no 2 sampai 5 terjadi
pengerasan. Hal tersebut terjadi karena adanya penghalusan butir, sedangkan
menurut teori yang ada kekerasan berbanding terbalik dengan ukuran butir, makin
kecil butir maka kekerasan suatu material akan semakin kuat. Walaupun terjadi
kesalahan prosedur pada specimen no 4, specimen yang lain agaknya sudah
mewakili. Sedangkan pada specimen no 1
dipanaskan sampai suhu 850 ºC dan kekerasan yang didapatkan menurun secara
drastic. Penurunan kemungkinan disebabkan karena butir-butir dari tembaga
tersebut tumbuh sehingga menjadi lebih besar ukurannya daripada ukuran semula.
Membesarnya ukuran butir inilah yang menyebabkan kekerasan dari specimen
menurun.
V.
KESIMPULAN
·
Pengerasan baja dilakukan dengan mekanisme pembentukan martensit dari
austenit dengan mekanisme geser.
·
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan pada
logam :]
1.
persen karbon
2. laju
pendinginan.
3. Pemanasan
4.
ukuran butir pada logam
·
Mekanisme precipitation hardening adalah
pembentukan presipitat untuk menghalangi pergerakan dislokasi
·
Fenomena Precipitation Hardening pada paduan
Al-Cu :
1.
Pemanasan sampai
tahap solution treatment sampai terbentuk fasa α
2.
Holding time
3.
Quenching
4.
Pemanasan kembali (aging).
VI. DAFTAR PUSTAKA
·
Callister, William D, 2003. Materials Science and Engineering an Introduction. Sixth edition,
John Wiley & Son Inc, New York .
·
Dieter, George E, 1988. Mechanical Metallurgy.3rded, McGraw-Hill Inc. New York .
0 komentar:
Posting Komentar