Percobaan 5
Pembuatan Ters-Butilklorida
Reaksi Subtitusi Nukleofilik Alifatik
I. Tujuan Percobaan
Praktikan dapat:
1.
Menghasilkan ters-butilklorida melalui reaksi
substitusi nukleofilik alifatik
2.
Menentukan perbedaan reaksi SN1 dan SN2
dengan melakukan uji alkil halida
II. Teori Dasar
Reaksi
substitusi alkil halida dengan nukleofil dapat terjadi oleh suatu jalur SN1
(substitusi nukleofilik unimolekular) atau suatu jalur SN2 (substitusi
nukleofilik bimolekular). Metil halida, alkil halida primer dan sekunder
terutama bereaksi dengan jalur SN2. Laju reaksi SN2 meningkat dengan bertambahnya nukleofilisitas
spesies penyerang. Nukleofil yang lazim baiknya adalah –OH,-OR,-CN.
[1] http://www.abdn.ac.uk/curly-arrows/org/n1.htm
Reaksi SN1 adalah
reaksi ion. Mekanismenya kompleks karena adanya antaraksi antara molekul
pelarut, molekul RX, dan ion-ion antara yang terbentuk. Reaksi SN1 adalah
reaksi bertahap (stepwise reaction).
Contoh mekanisme
reaksi SN1 adalah sebagai berikut[1] :
Tahap 1
Pematahan alkil halida menjadi
sepasang ion : ion halida dan suatu karbokation.
Tahap 2
Penggabungan
karbokation dengan nukleofil (H2O) menghasilkan produk awal, suatu
alkohol berproton.
Tahap 3
Lepasnya H+
dari alkohol berproton, dalam suatu reaksi asam-basa yang cepat dan
reversibel.
Dalam reaksi
pembuatan ters-butilklorida mekanismenya merupakan pembalikan dari mekanisme
contoh reaksi di atas dengan tetap melalui jalur SN1-
dengan menghasilkan ion karbonium sebagai zat antara - dengan jalan
pensubstitusian gugus OH- dengan Cl- dari HCl karena
gugus hidroksil dari alkohol tersier ini paling mudah disubstitusi.
Tahap 1
Pembentukan ion
H+ dan Cl- dari HCl. Elektron bebas dari O pada alkohol
mengikat H+
Tahap 2
H+ menyebabkan
gugus hidroksil putus dan membentuk H2O sehingga terbentuk gugus
karbonium.
Tahap 3
Reaksi Cl- dengan ion karbonium
membentuk ters-butilklorida
Guna ZnCl2 dalam
reaksi ini adalah sebagai anhidrat katalis yang dapat menarik keluar H2O.
Dengan mengganggu ikatan R- OH pada alkohol dan H-Cl pada asam, maka ZnCl2
dapat mempercepat proses reaksi tanpa ikut bereaksi.
HCl di sini
menyerang gugus OH-
pada ROH secara langsung. Arti langsung di sini adalah gugus OH- pergi bersamaan dengan gugus
halida masuk. Ini adalah sifat dari SN2 yang menyerang gugus pergi OH- . [1]
Nukleofilitas adalah
ukuran kemampuan suatu pereaksi untuk menyebabkan suatu reaksi substitusi. Jika
gugus halida pada suatu alkil halida ingin disubstitusi, maka pereaksi untuk
mensubstitusinya harus memiliki nukleofilisitas yang lebih tinggi, atau reaksi
berada pada kondisi yang sangat mendukung terjadinya substitusi, seperti jenis
pelarut yang sangat polar pada mekanisme reaksi SN1.
Daftar urutan
nukleofilitas[2]:
H2O
< ROH < Cl- < Br- < OH-
< OR-
< I- < CN-
[1] http://www.wordiq.com/definition/Nucleophilic_substitution
[2] Kimia
Organik Jilid 1 halaman 173
III. Data Fisik dan Kimia
Nama
Senyawa
|
Massa
Jenis (kg/m3)
|
Titik
Didih
|
Titik
Leleh
|
Keterangan
|
(CH3)3COH
|
780
|
85 oC
|
25 oC
|
Tidak berwarna, mudah
terbakar, stabil
|
NaHCO3
|
2160
|
-
|
50 oC
|
Putih, stabil pada suhu
kamar.
|
NaI
|
3670
|
1304 oC
|
651 oC
|
|
AgNO3
|
4330
|
444 oC
|
212 oC
|
|
H2O
|
1000
|
100 oC
|
0 oC
|
Tidak berwarna, tidak
beracun, pelarut polar
|
HCl
(gas)
|
1,5
|
-85 oC
|
-114 oC
|
Tidak berwarna, beracun, gas
|
(CH3)3CCl
|
890
|
51oC
|
-26oC
|
Tidak berwarna, stabil,
sangat mudah terbakar, higroskopik
|
Sumber : Perry Chemical Engineer’s Handbook, data MSDS (lihat Lampiran)
IV. Alat dan Bahan
Alat-alat
|
Bahan-bahan
|
Corong
pisah 250 ml
Labu
distilasi 100 ml
Batu
didih
Tabung
reaksi
Penangas
air
Perlengkapan
distilasi
|
T-butil
alkohol
HCl
pekat
Larutan
NaHCO3
Kertas
saring
1-klorobutana/1-bromo
butana
Ters-butil
klorida
Ters-bromo
benzena
2-klorobutana
Lar.
18% NaI dalam aseton
Lar.
1% AgNO3 dalam etanol
Etanol
|
VI. Prosedur Kerja dan Pengamatan
Prosedur kerja |
Pengamatan |
1.
25 gr t-butil alkohol dan 85 ml HCl pekat dicampurkan
dalam corong pisah 250 ml
2.
Campuran dikocok selama + 20 menit
3.
Keran corong sesekali dibuka.
4.
Campuran didiamkan.
5.
Lapisan atas dan bawah dipisahkan.
6.
Lapisan atas dicuci dengan 20 ml NaHCO3 5%.
7.
Lapisan atas dan bawah dipisahkan.
8.
Lapisan halida (lapisan atas) disaring.
9.
Filtrat didistilasi.
10.
Fraksi didih (t-butil klorida) ditimbang.
11.
% rendemen dihitung.
12.
Indeks bias dihitung.
13.
Tingkat kemurnian ditentukan.
Uji Alkil Halida
a. NaI dalam
aseton
1.
Ters-butilklorida dimasukkan dalam tabung reaksi.
2.
Ditambahkan 1 ml 18% NaI dalam aseton.
3.
Tabung reaksi ditutup lalu dikocok
4.
Campuran dipanaskan dalam penangas air (50oC).
b. Larutan perak nitrat
1.
Ters-butilklorida dimasukkan dalam tabung reaksi.
2.
Ditambahkan 1 ml larutan AgNO3 dalam
etanol masing-masing tabung.
3.
Tabung dikocok.
4.
Waktu muncul endapan pertama kali dicatat
|
1.
Suhu
corong pisah naik sedikit.
2.
Tekanan
di dalam corong pisah menjadi kuat. Corong pisah menjadi semakin panas.
3.
Keluar
uap yang berbau HCl pekat.
4.
Campuran
terpisah, dan terbentuk 2 lapisan.
5.
Lapisan
bawah yang bening dibuang.
6.
Terbentuk
2 lapisan baru.
7.
–
8.
Di kertas
saring terdapat padatan berupa serbuk.
9.
–
10. –
11. 16,15% (perhitungan terlampir)
12. 1,3785
13. 99,26%
1.
–
2.
–
3.
–
4.
Larutan
menjadi keruh, seperti terdapat dua fasa.
1.
–
2.
–
3.
–
4.
Terbentuk
endapan putih.
|
VII. Pembahasan
Pada percobaan
ini, direaksikan HCl dengan ters-butilalkohol untuk membuat ters-butilklorida
dengan menggunakan reaksi substitusi nukleofilik. Reaksi yang terjadi adalah :
Reaksi ini,
seperti yang ditunjukkan gambar di atas, berlangsung dalam 2 tahap. Pada tahap reaksi
pertama, senyawa t-butil alkohol melepas ion OH- yang ditarik oleh
ion H+ dari senyawa HCl. Sifat asam kuat yang selalu mencari basa
membuat OH- yang merupakan gugus alkohol dan bersifat basa ditarik
oleh H+ dari HCl. Hal ini menyebabkan terbentuk ion karbonium
(senyawa antara), H2O dan ion Cl-. Pada tahap reaksi kedua,
ion Cl- yang memiliki keelektronegatifan tinggi terikat pada ion
karbonium yang memiliki keeletropositifan tinggi dan membentuk t-butilklorida.
Saat HCl dan
t-butilalkohol dicampurkan dan dikocok, terbentuk gas yang menyebabkan tekanan
di dalam corong pemisah bertambah. Hal ini membuat keran corong pemisah harus
dibuka untuk setiap selang waktu tertentu. Gas yang terbentuk adalah gas HCl,
karena sifat HCl pekat yang mudah lepas menjadi gas, bahkan pada suhu kamar. HCl
murni memang berfasa gas[1],
dan dalam fasa aq, HCl ditahan oleh kepolaran air agar tetap berada dalam fasa larutan
(aq). Dalam kondisi terguncang, gas HCl yang terbentuk akan menjadi jauh lebih
banyak. Tidak hanya itu, suhu larutan dalam corong pisah juga naik. Hal ini
disebabkan energi solvasi antara HCl dan air yang bersifat eksoterm, dan
melepaskan panas. Panas yang dilepas ini akan meningkatkan suhu larutan yang
tentu akan menyebabkan lebih banyak larutan HCl lepas menjadi fasa gas. Akibat
perubahan volume dari fasa cair ke gas yang besar dalam waktu yang relatif
singkat, terjadi peningkatan tekanan secara tiba-tiba.
Setelah beberapa
selang waktu, gas yang keluar menjadi semakin sedikit. Hal ini dikarenakan
jumlah HCl sudah berkurang, sehingga jumlah air yang ada sudah cukup untuk menahan
HCl dalam bentuk ion H+ dan Cl-. Seperti yang sudah
dikatakan di atas, air bersifat polar, sehingga dapat menahan HCl dalam jumlah
tertentu dalam fasa larutan (aq). Dengan kata lain, HCl berada dalam fasa
larutan (aq) dan tidak lagi berubah menjadi fasa gas.
Setelah lapisan
atas dan lapisan bawah dipisahkan, lapisan bawah dibuang, dan lapisan atas
dibersihkan dengan menggunakan NaHCO3 5%. Maksud dari penambahan
NaHCO3 tersebut adalah agar HCl yang masih tersisa dan tidak
bereaksi dengan ion karbonium dapat dipisahkan dari larutan t-butilklorida.
Mekanisme pemisahannya dengan memanfaatkan NaHCO3 yang bersifat basa
untuk menarik HCl yang merupakan asam kuat untuk membentuk garam NaCl dan H2CO3.
H2CO3 yang terbentuk akan terpisah menjadi H2O
dan CO2.
H2O
dapat dipisahkan dengan mengunakan corong pemisah karena ada perbedaan densitas
antara air dengan t-butilklorida. Air yang densitasnya lebih besar akan berada
di lapisan bawah[1].
Sedangkan NaCl dapat dikeluarkan dari larutan dengan cara penyaringan dengan
menggunakan kertas saring. NaCl berada di bawah bersama air karena sifat NaCl
yang mudah melarut dalam air. CO2 dapat memisah sendiri karena pada
suhu kamar, CO2 berfasa gas. CO2 sudah terpisah ketika
pengocokan dan gasnya sudah dikeluarkan terlebih dahulu.
Setelah campuran
dipisahkan, cairan didistilasi pada suhu 49oC – 51oC.
Walaupun pada suhu di bawah titik didih itu sudah ada distilat yang mengandung
t-butilklorida, namun diambil fraksi didihnya saja untuk memastikan bahwa yang
distilat yang didapat adalah murni t-butilklorida dan tidak mengandung pengotor-pengotor
lain. Pengotor itu antara lain HCl ataupun air yang belum terpisah pada saat
pemisahan dengan corong pisah.
Sayangnya suhu pada
penangas yang dipanaskan tidak dapat mencapai suhu 49o, dan mencapai
temperatur maksimal 47o. Walaupun demikian, pada suhu 47o larutan
yang dipanaskan dengan penangas air sudah mendidih. Hal ini disebabkan tekanan
udara kota Bandung
yang lebih rendah dari tekanan udara pada literatur (1 atm). Karena alasan
itulah di bawah suhu 49-51oC t-butilklorida sudah mendidih.
[1] Lihat
data fisik
Rendemen yang
didapat hanya 16,15% karena larutan yang ditampung untuk diuji indeks biasnya
hanyalah larutan pada suhu 47oC saja, sedangkan senyawa
t-butilklorida sudah menguap dan mengalami kondensasi pada di suhu di bawah 47oC.
Hal ini membuat ada banyak t-butilklorida yang tidak diukur indeks biasnya
karena didapat tidak pada titik didihnya. T-butilklorida ini tidak diikutkan
dalam perhitungan rendemen, maka itu rendemen yang didapat sangatlah kecil.
Kemurnian dari
t-butilklorida yang didapat mencapai 99,26%. Hal ini menunjukkan kemurnian
t-butilklorida hasil sintesis tergolong baik.
Uji
Alkil Halida
Pada uji alkil
halida, percobaan yang dilakukan hanyalah t-butil klorida karena keterbatasan bahan
dari laboratorium Kimia Organik.
Pada pengujian
t-butilklorida pada larutan 18% NaI dalam aseton reaksi berjalan lambat.
Setelah dikocok, tidak terjadi endapan. Setelah dimasukkan dalam penangas air, terbentuk dua lapisan dalam
larutan. Larutan yang terbentuk adalah antara t-butil iodida dan NaCl. Hal ini
dapat terjadi karena NaI yang mudah terion karena ukuran I yang besar. I-
adalah nukleofil yang baik[1],
sehingga dapat mendesak Cl pada t-butilklorida untuk membentuk NaCl dan I- mensubstitusi Cl-
menjadi alkil halida yang baru, t-butiliodida.
T-butilklorida
harus dipanaskan terlebih dahulu untuk membuat ikatan antara Cl dan alkil
melemah. Ikatan antara Cl dan alkil tidak dapat lepas sendiri karena pelarut
aseton bersifat non polar sehingga ikatan antara Cl dan alkil tidak dapat lepas
menjadi ion Cl- dan ion karbonium dengan sendirinya. Reaksi yang
terjadi adalah reaksi SN1 karena bentuk molekul t-butilklorida yang
berjejal dan tidak memungkinkan reaksi substitusi SN2.
yang rendah
sehingga mengendap. NO3- yang bersifat basa (basa Lewis)
akan mengganggu ikatan antara alkil dan Cl-. Pelarut etanol yang
sangat polar juga membuat ikatan antara alkil dan Cl- untuk
cenderung lepas. Pelarut etanol inilah yang mendukung reaksi ini sehingga
reaksi berlangsung dengan singkat.
VIII. Kesimpulan
1.
Rendemen yang didapat 16,15 %. Sedikit karena tidak
semua t-butilklorida hasil sintesis masuk perhitungan (lihat pembahasan).
2.
Kemurnian t-butilklorida hasil sintesis 99,26%.
3.
T-butilklorida dapat disintesis dengan reaksi substitusi
nukleofilik antara t-butil alkohol dengan asam kuat HCl.
4.
Reaksi SN1 membutuhkan senyawa antara, yang
dinamakan ion karbonium.
5.
Reaksi SN1 dan SN2 dipengaruhi
oleh pelarut yang digunakan. Pelarut polar akan mendukung reaksi dari SN1,
sedangkan pelarut non polar menyebabkan reaksi berlangsung secara SN2.
6.
Jika SN1 tidak dapat berlangsung karena ikatan antar
molekul yang kuat, dapat dilakukan pelemahan ikatan dengan pemanasan.
IX. Daftar Pustaka
Fessenden, Fessenden.Kimia Organik jilid 1. Erlangga hal
:173, 181-182, 190
Perry ‘s Chemical Engineers’ Handbook, Physical and Chemical Data.
Wertheim, Harold Jeskey. Introductory
Organic Chemistry. New York:
McGraw-Hill Book Company, Inc.
Wilcox, Charles F. Jr and Mary F. Wilcox. 1995. Experimental Organic Chemistry. USA:
Prentice Hall Inc.
http://www.wordiq.com/definition/Nucleophilic_substitutionhttp://www.abdn.ac.uk/curly-arrows/org/n1.htm
LAMPIRAN
0 komentar:
Posting Komentar