TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui
ketahanan material terhadap pembebanan yang tiba-tiba pada berbagai temperatur
dengan uji impak (bentur).
LATAR
BELAKANG
Pengujian
ini dilakukan , bermula disebabkan adanya kejadian di masa Perang Dunia II yang
relatif aneh pada saat itu. Pada masa itu
terdapat kapal kapal tangker yang tiba-tiba saja patah dan tenggelam
pada musim dingin padahal kapal-kapal tersebut hanya didiamkan di pelabuhan.
Hal inilah yang mengawali diadakannya pengujian impak. Setelah dilakukan studi
serta penelitian tenntang fenomena ini didapatkan suatu fakta bahwa sifat
mekanik suatu material dalam hal ini logam akan berubah secara signifikan pada
suatu temperatur tertentu. Temperatur inilah yang akhirnya kita sebut dengan
temperatur transisi dimana pada temperatur transisi ini sifat mekanik suatu
bahan berubah secara signifikan dari ulet (ductile) menjadi Getas (brittle).
Dalam pengujian impak ini perubahan sifat ini akan terlihat dari kurva perbandingan antara harga impak
terhadap temperatur . Dari kurva tersebut kita dapat melihat bahwa pada
temperatur transisi (dalam range tertentu ) Harga impak berubah secara drastis
hal inilah yang menunjukan fenomena perubahan sifat material tersebut dari ulet
menjadi getas terjadi
TINJAUAN
PUSTAKA
Pada
dasarnya prinsip kerjanya hanyalah adanya energi yang diserap oleh spesimen
sehingga spesimen tersebut patah. Pada pengujian ini digunakan pendulum untuk
mematahkan spesimen. Dari sini terlihat adanya perbedaan ketinggian pendulum
sebelum menumbuk spesimen dan setelah menumbuk/mematahkan spesimen. Semua
energi yang hilang tersebut diasumsikan merupakan energi yang diserap atau
energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen tersebut. Pada keadaan
sebenarnya tidak semua energi yang hilang tersebut diserap spesimen ada
sebagian energi yang hilang tersebut terjadi karena adanya tahanan spesimen,
untuk itu dalam pengujian ini sebisa mungkin dipilih metode yang tepat sehingga
besarnya energi yang hilang akibat tahanan spesimen yang menghambat pendulum dapat diminimalisir
Cara
menghitung energi yang diserap sebagai berikut.
Untuk
keadaan awal benda uji memiliki sudut simpangan sebesar α dan pada keaadaan
akhir memiliki sudut simpangan β. Mesin uji memiliki jari jari sebesarR. Maka
nilai h1=R-Rcos α dan nilai h2=R-Rcos β. Sehingga;
Dimensi dari spesimen
uji adalah sbb:
Ada
dua metode yang dijelaskan dalam standar yang relatif paling banyak digunakan,
yaitu:
Metode Charpy
Pada metode ini peletakan spesimen dilakukan secara horizontal atau
mendatar dengan takikan diletakan
membelakangi arah striking edge. Dalam prateknya metode Charpy ini lebih banyak
digunakan daripada metode yang lain. Hal ini disebabakan karena pada metode ini
energi dari strinking edge yang hilang akibat tahanan peletak spesimen lebih
kecil daripada metode yang lain. Dengan ini asumsi bahwa energi yang hilang
tersebut diserap oleh spesimen yang patah dapat semakin didekati. Posisi
peletakan spesimen pada metode ini digambarkan pada gambar dibawah.
Metode Izod
Pada
gambar yang terletak diatas sebelah kanan merupakan gambar skema pengujian
menurut izod. Metode ini memiliki perbedaan dengan metode Charpy dalam hal
peletakan spesimen yang diletakan secara vertical serta pada dimensi
spesimennya. Panjang spesimen dalam metode ini lebih panjang daripada spesimen
yang dipakai dalam metode Charpy, yaitu 75 mm sedangkan untuk takikannya
diletakan 28 mm dari salah satu ujunganya.
Setelah
dilakukan pengujian, maka spesimen akan mengalami patah.
Pada pengujian kali kini kita mengunakan metode Charpy, karena
pada pengujian ini energi yang digunakan seluruhnya digunakan untuk memberikan
beban kepada spesimen. Sedangkan menurut metoda izot energi yang digunakan
tidak seluruhnya energi diberikan pada spesimen, tetapi ada energi yang
diberikan pada tempat penampang spesimen. Sehinnga metode charpy lebih banyak
digunakan pada berbagi pengujian impak.
Untuk mengetahui spesimen bersifat ulet atau getas, maka kita
lihat permukaan patahannya. Spesimen yang ulet permukaannya akan berserabut,
sedangkan spesimen getas akan mengkilap. Hal ini dikarenakan spesimen ulet akan
patah pada batas butirnya ( trans granular ), sedangkan spesimen getas akan
memotong butirnya itu sendiri ( inter granular ).
DATA
Ket : p = panjang spesimen
l = lebar spesimen
t
= tinggi spesimen
h
= tinggi spesimen dikurangi dalamnya takikan
T = temperatur
Luas = h x l
PEMBAHASAN
Dari
data didapat pengolahan berupa kurva
harga impak terhadap berbagai temperatur sebagai berikut :
Pada
percobaan ini diawali dengan pengukuran dimensi spesimen ( spesimen tersebut
terdiri dari 6 buah material ST-37 dan 5 buah alumunium). Untuk spesimen ST-37
memeliki struktur kristal BCC, sedangkan aluminium memliki struktur kristal
FCC. Setelah spesimen-spesimen tersebut diukur dimensinya kemudian dibagi untuk
dicari harga impaknya pada berbagai
temperatur dengan cara memanaskannya (diambil 3 buah spesimen ST-37 dan dua
buah aluminium) atau memasukannya ke dalam nitrogen cair (diambil masing-masing
2 spesimen) dan membiarkannya pada temperatur kamar (masing-masing 1 buah
spesimen). Setelah itu baru dilakukan pengujian impak untuk beberapa spesimen
tersebut. Dengan menguji suatu bahan
tersebut (ST-37 dan Alumunium) dalam berbagai temperatur kita dapat mengetahui
hubungan harga impak tersebut dengan temperatur . Dari kurva hubungan harga
impak dengan temperatur , kita dapat memperkirakan temperatur transisi
masing-masing bahan (ST-37 dan Alumunium) sehingga dapat menentukan temperatur
operasional yang aman untuk
masing-masing bahan (ST-37 dan Alumunium)
Dari
hasil yang didapatkan terlihat untuk suatu jenis bahan ST-37 terdapat perbedaan
patahan yang terjadi pada berbagai temperatur. Untuk daerah dingin terlihat
patahan didominasi oleh patahan yang mengkilap. Dalam hal ini patahannya
disebut intergranular, atau memotong butir yang menandakan bahwa spesimen
tersebut bersifat getas. Untuk temperatur tinggi dan temperatur kamar patahan
yang terjadi pada ST-37 relatif didominasi oleh patahan yang berserabut. Hal
ini menunjukan bahwa pada rentang temperatur ini ST-37 bersifat ulet. Sedangkan
untuk alumunium baik pada temperatur rendah, kamar maupun temperatur tinggi
patahannya relatif didominasi oleh patahan yang berserabut sehingga relatif
tetap bersifat ulet.
Berdasarkan
data yang didapatkan, diperoleh kurva hubungan Harga Impak terhadap Temperatur
untuk material ST-37 dan Alumunium. Untuk kurva ST-37 yang didapatkan,
temperatur transisinya sekitar range -5
– 5 ْC. Menurut literature (Pengetahuan
Bahan Teknik hal 27) range temperatur transisi untuk baja -20 s/d 40ْ C. Sedangkan untuk Alumunium
setelah dilakukan pendekatan regresi logaritma terlihat bahwa untuk range
temperatur diatas 0 relatif tidak ada temperatur transisinya, dengan kata lain
hal ini telah sesuai teori yang ada bahwa alumunium termasuk salah satu
material cryogenik (mempunyai temperatur transisi sangat rendah sehingga untuk
range temperatur diatas 0ْ C tidak ada temperatur transisi). Alumunium bersifat
seperti ini karena memiliki struktur atom FCC yang memiliki bidang geser lebih
besar dari struktur atom BCC
Hasil
yang didapatkan berdasarkan praktikum ini mungkin tidak akurat karena ada
beberapa hal yang mungkin mempengaruhi seperti peletakan spesimen yang tidak
berada di tengah, penentuan temperatur yang relatif tidak akurat karena
temperatur pada saat pembacaan dan temperatur saat striking edge menyentuh
spesimen suhunya sudah berubah, pengambilan range temperatur spesimen uji yang
kurang jauh antara temperatur yang rendah dan temperatur yang tinggi.
KESIMPULAN
Dari
percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Temperatur
transisi ST-37 sekitar -5 C – 5 C
2. Sedangkan
untuk Alumunium tidak mempinyai temperatur transisi, dikarenakan pada Atom FCC
memliki bidang geser yang lebih besar dari BCC.
3. Material
ulet menjadi getas dipengaruhi oleh tiga faktor sebagai berikut:
4. Laju
peregangan/pembebanan tinggi
5. Temperatur
rendah
6. Triaksial
Stress
DAFTAR PUSTAKA
Dieter, G.E.”Mechanical Metallurgy”, Mc Graw-Hill Book Co.
Callister, William ”Materials and Science Engineering”, Mc
Graw-Hill Book Co.
Surdia,Tata “Pengetahuan bahan teknik”, PT
Pradnya Paramita, Jakarta.
ini kok g ada catatan kaki dan daftar pustakanya???
BalasHapusko gak ada tujuan percobaan nya
BalasHapus