Jumat, 20 Maret 2015

Laporan Praktikum Pengujian Mekanik Pengujian Impak (Impact test)

TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui ketahanan material terhadap pembebanan yang tiba-tiba pada berbagai temperatur dengan uji impak (bentur).

LATAR BELAKANG
Pengujian ini dilakukan , bermula disebabkan adanya kejadian di masa Perang Dunia II yang relatif aneh pada saat itu. Pada masa itu  terdapat kapal kapal tangker yang tiba-tiba saja patah dan tenggelam pada musim dingin padahal kapal-kapal tersebut hanya didiamkan di pelabuhan. Hal inilah yang mengawali diadakannya pengujian impak. Setelah dilakukan studi serta penelitian tenntang fenomena ini didapatkan suatu fakta bahwa sifat mekanik suatu material dalam hal ini logam akan berubah secara signifikan pada suatu temperatur tertentu. Temperatur inilah yang akhirnya kita sebut dengan temperatur transisi dimana pada temperatur transisi ini sifat mekanik suatu bahan berubah secara signifikan dari ulet (ductile) menjadi Getas (brittle). Dalam pengujian impak ini perubahan sifat ini akan terlihat  dari kurva perbandingan antara harga impak terhadap temperatur . Dari kurva tersebut kita dapat melihat bahwa pada temperatur transisi (dalam range tertentu ) Harga impak berubah secara drastis hal inilah yang menunjukan fenomena perubahan sifat material tersebut dari ulet menjadi getas terjadi

TINJAUAN PUSTAKA
Pada dasarnya prinsip kerjanya hanyalah adanya energi yang diserap oleh spesimen sehingga spesimen tersebut patah. Pada pengujian ini digunakan pendulum untuk mematahkan spesimen. Dari sini terlihat adanya perbedaan ketinggian pendulum sebelum menumbuk spesimen dan setelah menumbuk/mematahkan spesimen. Semua energi yang hilang tersebut diasumsikan merupakan energi yang diserap atau energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen tersebut. Pada keadaan sebenarnya tidak semua energi yang hilang tersebut diserap spesimen ada sebagian energi yang hilang tersebut terjadi karena adanya tahanan spesimen, untuk itu dalam pengujian ini sebisa mungkin dipilih metode yang tepat sehingga besarnya energi yang hilang akibat tahanan spesimen yang menghambat  pendulum dapat diminimalisir



Cara menghitung energi yang diserap sebagai berikut.
Untuk keadaan awal benda uji memiliki sudut simpangan sebesar α dan pada keaadaan akhir memiliki sudut simpangan β. Mesin uji memiliki jari jari sebesarR. Maka nilai h1=R-Rcos α dan nilai h2=R-Rcos β. Sehingga;


 Dimensi dari spesimen uji adalah sbb:

 

Ada dua metode yang dijelaskan dalam standar yang relatif paling banyak digunakan, yaitu:

Metode Charpy
Pada metode ini peletakan spesimen dilakukan secara horizontal atau mendatar dengan  takikan diletakan membelakangi arah striking edge. Dalam prateknya metode Charpy ini lebih banyak digunakan daripada metode yang lain. Hal ini disebabakan karena pada metode ini energi dari strinking edge yang hilang akibat tahanan peletak spesimen lebih kecil daripada metode yang lain. Dengan ini asumsi bahwa energi yang hilang tersebut diserap oleh spesimen yang patah dapat semakin didekati. Posisi peletakan spesimen pada metode ini digambarkan pada gambar dibawah.



Metode Izod
Pada gambar yang terletak diatas sebelah kanan merupakan gambar skema pengujian menurut izod. Metode ini memiliki perbedaan dengan metode Charpy dalam hal peletakan spesimen yang diletakan secara vertical serta pada dimensi spesimennya. Panjang spesimen dalam metode ini lebih panjang daripada spesimen yang dipakai dalam metode Charpy, yaitu 75 mm sedangkan untuk takikannya diletakan 28 mm dari salah satu ujunganya. 


 
Setelah dilakukan pengujian, maka spesimen akan mengalami patah.





Pada pengujian kali kini kita mengunakan metode Charpy, karena pada pengujian ini energi yang digunakan seluruhnya digunakan untuk memberikan beban kepada spesimen. Sedangkan menurut metoda izot energi yang digunakan tidak seluruhnya energi diberikan pada spesimen, tetapi ada energi yang diberikan pada tempat penampang spesimen. Sehinnga metode charpy lebih banyak digunakan pada berbagi pengujian impak.

Untuk mengetahui spesimen bersifat ulet atau getas, maka kita lihat permukaan patahannya. Spesimen yang ulet permukaannya akan berserabut, sedangkan spesimen getas akan mengkilap. Hal ini dikarenakan spesimen ulet akan patah pada batas butirnya ( trans granular ), sedangkan spesimen getas akan memotong butirnya itu sendiri ( inter granular ).



DATA



Ket :    p = panjang spesimen
            l  = lebar spesimen
            t  = tinggi spesimen
            h = tinggi spesimen dikurangi dalamnya takikan
            T = temperatur
            Luas = h x l                                        


PEMBAHASAN
Dari data didapat pengolahan berupa kurva harga impak terhadap berbagai temperatur sebagai berikut :



Pada percobaan ini diawali dengan pengukuran dimensi spesimen ( spesimen tersebut terdiri dari 6 buah material ST-37 dan 5 buah alumunium). Untuk spesimen ST-37 memeliki struktur kristal BCC, sedangkan aluminium memliki struktur kristal FCC. Setelah spesimen-spesimen tersebut diukur dimensinya kemudian dibagi untuk dicari harga impaknya pada  berbagai temperatur dengan cara memanaskannya (diambil 3 buah spesimen ST-37 dan dua buah aluminium) atau memasukannya ke dalam nitrogen cair (diambil masing-masing 2 spesimen) dan membiarkannya pada temperatur kamar (masing-masing 1 buah spesimen). Setelah itu baru dilakukan pengujian impak untuk beberapa spesimen tersebut. Dengan menguji  suatu bahan tersebut (ST-37 dan Alumunium) dalam berbagai temperatur kita dapat mengetahui hubungan harga impak tersebut dengan temperatur . Dari kurva hubungan harga impak dengan temperatur , kita dapat memperkirakan temperatur transisi masing-masing bahan (ST-37 dan Alumunium) sehingga dapat menentukan temperatur operasional  yang aman untuk masing-masing bahan (ST-37 dan Alumunium)

Dari hasil yang didapatkan terlihat untuk suatu jenis bahan ST-37 terdapat perbedaan patahan yang terjadi pada berbagai temperatur. Untuk daerah dingin terlihat patahan didominasi oleh patahan yang mengkilap. Dalam hal ini patahannya disebut intergranular, atau memotong butir yang menandakan bahwa spesimen tersebut bersifat getas. Untuk temperatur tinggi dan temperatur kamar patahan yang terjadi pada ST-37 relatif didominasi oleh patahan yang berserabut. Hal ini menunjukan bahwa pada rentang temperatur ini ST-37 bersifat ulet. Sedangkan untuk alumunium baik pada temperatur rendah, kamar maupun temperatur tinggi patahannya relatif didominasi oleh patahan yang berserabut sehingga relatif tetap bersifat ulet.

Berdasarkan data yang didapatkan, diperoleh kurva hubungan Harga Impak terhadap Temperatur untuk material ST-37 dan Alumunium. Untuk kurva ST-37 yang didapatkan, temperatur transisinya sekitar range  -5 – 5  ْC. Menurut literature (Pengetahuan Bahan Teknik hal 27) range temperatur transisi untuk baja -20 s/d 40ْ C. Sedangkan untuk Alumunium setelah dilakukan pendekatan regresi logaritma terlihat bahwa untuk range temperatur diatas 0 relatif tidak ada temperatur transisinya, dengan kata lain hal ini telah sesuai teori yang ada bahwa alumunium termasuk salah satu material cryogenik (mempunyai temperatur transisi sangat rendah sehingga untuk range temperatur diatas 0ْ C tidak ada temperatur transisi). Alumunium bersifat seperti ini karena memiliki struktur atom FCC yang memiliki bidang geser lebih besar dari struktur atom  BCC

Hasil yang didapatkan berdasarkan praktikum ini mungkin tidak akurat karena ada beberapa hal yang mungkin mempengaruhi seperti peletakan spesimen yang tidak berada di tengah, penentuan temperatur yang relatif tidak akurat karena temperatur pada saat pembacaan dan temperatur saat striking edge menyentuh spesimen suhunya sudah berubah, pengambilan range temperatur spesimen uji yang kurang jauh antara temperatur yang rendah dan temperatur yang tinggi.

KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Temperatur transisi ST-37 sekitar -5 C – 5 C
2. Sedangkan untuk Alumunium tidak mempinyai temperatur transisi, dikarenakan pada Atom FCC memliki  bidang geser yang lebih besar dari BCC.
3. Material ulet menjadi getas dipengaruhi oleh tiga faktor sebagai berikut:
4. Laju peregangan/pembebanan tinggi
5. Temperatur rendah
6. Triaksial Stress

DAFTAR PUSTAKA
Dieter, G.E.”Mechanical Metallurgy”, Mc Graw-Hill Book Co.
Callister, William ”Materials and Science Engineering”, Mc Graw-Hill Book Co.
Surdia,Tata “Pengetahuan bahan teknik”, PT Pradnya Paramita, Jakarta.


Share on :

2 komentar:

 

Copyright © Material-is-me Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger