Jumat, 20 Maret 2015

Laporan Praktikum Pengujian Mekanik Pengujian Puntir (Torsion Test)

Tujuan Pengujian:

1. Menentukan batas luluh geser  suatu material
2. Menentukan modulus elastisitas geser  suatu material
3. Menentukan  nilai n dan K suatu material

Dasar Teori:

Uji puntir suatu material digunakan untuk menentukan sifat-sifat seperti batas luluh geser dari suatu material, modulus elastisitas geser, n dan K. Batas luluh geser dapat diperoleh dari kurva MT-θ hasil uji puntir. Nilai modulus elastisitas geser diperoleh dari kurva γ - τ pada daerah elastis . Sedangkan harga n dan K dapat diperoleh dari kurva log ε –log σ.

Ada dua jenis patahan pada uji puntir, yaitu patah ulet dan patah getas. Patah getas terjadi karena teganag normal dan bentuk patahannya bersudut 450. Sedangkan patah ulet terjadi karena tegangan geser dan menghasilkan patahan bersudut 900.

Pengolahan Data:

Kurva MT vs θ
Dengan menggunakan persamaan θ = 2πn, maka didapat kurva :
Metoda offset sebagai berikut
Dengan memperhitungkan 0.04x33.91=1.6168. kemudian ditarik garis lurus sehingga didapatkan sebagai berikut 20.896Nm. Batas  luluh dihitung dengan mengunakan persamaan Persamaan yang digunakan


Kurva MT vs θ’
Dengan menggunakan persamaan θ’= θ/L , dimana L adalah panjang awal spesimen, maka didapatkan kurva :






 
  
Analisis

Pada praktikum uji puntir kali ini mengunkan specimen ST-37 yang berbentuk silinder pejal. Setelah specimen tersebut dipuntir kemudian patah, terliihat bahwa patahannya berbentuk 900. hal ini dapat dibuktikan dengan lingkaran Mohr. Pada meterial ulet patah karena tegangan geser, sehingga pada linkaran Mohr-nya berputar 1800 dan patahannya sebesar 1/2x1800=900. Sedangkan pada material getas patah kerena tegangan normal sehingga pada lingkaran Mohr-nya berputar  900 dan menghasilkan patahan berbentuk 1/2x900=450.
          Sebelum pengujian puntir dilkukan specimen dilakukan uji keras dulu sebelum dilakukan pengujian puntir dan setelah pengujian puntir selesai dilakukan kemudian diuji keras lagi. Hal ini untk membuktikan apakah material tersenbut mengalami phenomena strain hardening. Ternyata kekersan setelah pengujian lebih besar dari sebelumnya sehingga specimen tersut telah mengalami strain hardening. Suatu material logam jika diberi beban melebihi batas luluh geser maka akan terjadi peristiwa strain hardening. Peristiwa tersebut menyertakan perubahan susunan suatu material akibat dislokasi yang telah sampai pada permukaan bebas. Apabila pada specimen di uji tarikdengan besar pembebanan diatas batas luluh geser, maka akanterjadi adanya fenomena deformasi plastis yang dialami oleh specimen. Deformasi plastis terjadi karena adanya dislokasi yang telah mencapai permukaan baik itu permukaan batas butir maupun permukaan specimen. Dalam hal ini, menggerakkan dislokasi berarti mendeformasi plastis specimen. Dalam pergerakannya, dislokasi digerakkan oleh tegangan geser. Apabila dislokasi bergerak, dislokas bisa bermultiplikasi sesuai dengan mekanisme Frank-Reed. Yang mempengaruhi dislokasi bermultiplikasi adalah karena adanya penghambat dislokasi selam pergerakannya, misalnya atom asing, pengotor, dislokasi lain, presipitat, dsb. Apabila dislokasi yang terjadi semakin banyak, maka akan meningkatkan internal stressnya. Terutama dislokasi yang mengalami sessile pada batas butir. Sebenarnya pada batas butir, dislokasi itu bisa saling menghilangkan atau keduanya saling terkunci (sessile). Namun yg mempengaruhi kekuatan ialah dislokasi yang mengalami sessile, hal ini disebabkan karena untuk menggerakkan dislokasi yang sessile ini dibutuhkan energi yang tinggi. Apabila suatu material mengalami peningkatan internal stressnya, hal ini akan menyebabkan adanya fenomena strain hardening (pengerasan permukaan). Hal ni karena adanya deformasi pastis pada permukaan specimen dimana pada permukaan specimen yang terdeformasi plastis itu dislokasi yang ada meningkat jumlahnya sehingga untuk menggerakkan material yang terdeformasi plastis dibutuhkan energi.
           Tegangan alir pada specimen dipengaruhi oleh tegangan trecka dan von mises. Hal ini menyebabkan dua pendapat yang berbeda tentang daerah aman material tersebut. Keduanya bermaksud untuk mengetahui kapan dimulainya suatu material mengalami deformasi plastis. Pada metode von Misces dikatakan bahwa deformasi plastis dimulai ketika harga energi distorsinya mencapai batas kritis. Sedangkan Tresca mengatakan bahwa deformasi plastis dimulai ketika harga tegangan geser maximum mencapai harga tegangan geser pada uji tarik uniaxial. Karena perhitungan pada metode Tresca (kriteria tegangan geser maximum) jauh lebih mudah dari von Misces maka metode Tresca lebih umum digunakan. Sedangkan untuk metode Tresca (kriteria tegangan-regangan geser) jauh lebih rumit dari metode von misces, oleh karena itu metode von misces lebih banyak digunakan pada pekerjaan teoritis. Dari grafik Tresca – von Misces bisa dilihat bahwa daerah plastis lebih dulu dicapai oleh metode von Misces. Hal ini dikarenakan pada metode von misces memperhitungkan tiga buah gaya dalam pandangan tiga dimensi, sedangkan metode tresca hanya memperhitungkan dua buah gaya yang bekerja (tegangan geser maksimum).Pada metoda von mises atau disebut distortion energy criterion pada persamaan von mises diasumsikan yilding terjadi ketika distortion energy mencapai titik kritis. Sedangkan menurut trescaberdasarkan maksimum shear stress. Jadi material lebih aman jika berada dibawah kurva von mises.
         Diameter sebelum dan sesudah pengujian puntir , lebih besar  sesudah pengujian. Hal ini disebabkan materialtersebut mengalami penekanan sehingga diameter lebih besar. Hal ini bias dijelaskan dengan melihat bahwa jarak atom menjadi semakin lebih dekat, sehingga terjadi penumpukan yang menyebabkan volume membesar.
          Harga koefisien strain hardening jika mengunakan kurva diagram von mises ataupun tresca mempunyai nilai yang sama yaitusebesar n=0.2004, kerena pada dasarnya data yang diperoleh berdasarkan nilai gradien di daerah plastis pada kurva tresca dan von mises sama. Oleh Karena itu memiliki nilai n yang sama.sedangkan untuk nilai kostanata kekuatan (K) terdapat perbedaan. Untuk tresca K=263.69MPa lebih besar dibandingakan dengan von mises  K=221.62MPa. hal tersebut dikarenakan kurva tresca berada diatas kurva von mises.

Kesimpulan:

Dari uji puntir yang dilakukan pada praktikum ini, didapatkan :
batas luluh geser dari material             = 267.067MPa
modulus elastisitas geser dari material = 6.681 GPa
Koefisien kekuatan (K)                     = 221.62 MPa (von Misces)
                                                           263.69 MPa (Tresca)
      Koefisien strain hardening (n)             = 0,2004 

Daftar Pustaka

Callister, William ”Materials and Science Engineering”, McGraw-Hill Book Co.
Dieter, G.E “Mechanical Metallurgy”, McGraw-Hill Book Co.


Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Material-is-me Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger