Minggu, 22 Maret 2015

Laporan Praktikum Kimia Organik - Pembuatan Ters-Butilklorida Reaksi Substitusi Nukleofilik Alifatik

Percobaan 5
Pembuatan Ters-Butilklorida
Reaksi Subtitusi Nukleofilik Alifatik

I. Tujuan Percobaan

Praktikan dapat:
1.        Menghasilkan ters-butilklorida melalui reaksi substitusi nukleofilik alifatik
2.        Menentukan perbedaan reaksi SN1 dan SN2 dengan melakukan  uji alkil halida

II. Teori Dasar

Reaksi substitusi alkil halida dengan nukleofil dapat terjadi oleh suatu jalur SN1 (substitusi nukleofilik unimolekular) atau suatu jalur SN2 (substitusi nukleofilik bimolekular). Metil halida, alkil halida primer dan sekunder terutama bereaksi dengan jalur SN2. Laju reaksi SN2  meningkat dengan bertambahnya nukleofilisitas spesies penyerang. Nukleofil yang lazim baiknya adalah OH,-OR,-CN.

Rintangan yang meningkat di sekitar karbon yang terhalogenkan (rintangan sterik)  mengurangi laju reaksi SN2[1]. Alkil halida tersier terlalu terintangi sehingga tak dapat menjalani reaksi SN2, namun dapat melalui reaksi SN1 (lewat suatu karbokation-antara) dengan suatu nukleofil seperti H2O atau ROH. Metil halida dan  alkil halida primer sama sekali tak mengalami reaksi SN1; alkil halida sekunder dapat bereaksi lambat dengan jalur ini.


[1] http://www.abdn.ac.uk/curly-arrows/org/n1.htm

Reaksi SN1 adalah reaksi ion. Mekanismenya kompleks karena adanya antaraksi antara molekul pelarut, molekul RX, dan ion-ion antara yang terbentuk. Reaksi SN1 adalah reaksi bertahap (stepwise reaction).

Contoh mekanisme reaksi SN1 adalah sebagai berikut[1] :

Tahap 1

Pematahan alkil halida menjadi sepasang ion : ion halida dan suatu karbokation.

Tahap 2

Penggabungan karbokation dengan nukleofil (H2O) menghasilkan produk awal, suatu alkohol berproton.

Tahap 3
Lepasnya H+ dari alkohol berproton, dalam suatu reaksi asam-basa yang cepat dan reversibel.

Dalam reaksi pembuatan ters-butilklorida mekanismenya merupakan pembalikan dari mekanisme contoh reaksi di atas dengan tetap melalui jalur SN1- dengan menghasilkan ion karbonium sebagai zat antara - dengan jalan pensubstitusian gugus OH- dengan Cl- dari HCl karena gugus hidroksil dari alkohol tersier ini paling mudah disubstitusi.

Tahap 1
Pembentukan ion H+ dan Cl- dari HCl. Elektron bebas dari O pada alkohol mengikat H+
    
Tahap 2
H+ menyebabkan gugus hidroksil putus dan membentuk H2O sehingga terbentuk gugus karbonium.


[1] http://members.aol.com/logan20/nucleo.html


Tahap 3
 Reaksi Cl- dengan ion karbonium membentuk ters-butilklorida



Guna ZnCl2 dalam reaksi ini adalah sebagai anhidrat katalis yang dapat menarik keluar H2O. Dengan mengganggu ikatan R- OH pada alkohol dan H-Cl pada asam, maka ZnCl2 dapat mempercepat proses reaksi tanpa ikut bereaksi.

HCl di sini menyerang gugus OH- pada ROH secara langsung. Arti langsung di sini adalah gugus OH- pergi bersamaan dengan gugus halida masuk. Ini adalah sifat dari SN2 yang menyerang gugus pergi OH- . [1]

Nukleofilitas adalah ukuran kemampuan suatu pereaksi untuk menyebabkan suatu reaksi substitusi. Jika gugus halida pada suatu alkil halida ingin disubstitusi, maka pereaksi untuk mensubstitusinya harus memiliki nukleofilisitas yang lebih tinggi, atau reaksi berada pada kondisi yang sangat mendukung terjadinya substitusi, seperti jenis pelarut yang sangat polar pada mekanisme reaksi SN1.

Daftar urutan nukleofilitas[2]:
H2O < ROH < Cl- < Br- < OH- < OR- < I- < CN-


[1] http://www.wordiq.com/definition/Nucleophilic_substitution
[2] Kimia Organik Jilid 1 halaman 173

III. Data Fisik dan Kimia


Nama Senyawa
Massa Jenis (kg/m3)
Titik Didih
Titik Leleh
Keterangan
(CH3)3COH
780
85 oC
25 oC
Tidak berwarna, mudah terbakar, stabil
NaHCO3
2160
-
50 oC
Putih, stabil pada suhu kamar.
NaI
3670
1304 oC
651 oC

AgNO­3
4330
444 oC
212 oC

H2O
1000
100 oC
0 oC
Tidak berwarna, tidak beracun, pelarut polar
HCl (gas)
1,5
-85 oC
-114 oC
Tidak berwarna, beracun, gas
(CH3)3CCl
890
51oC
-26oC
Tidak berwarna, stabil, sangat mudah terbakar, higroskopik

Sumber : Perry Chemical Engineer’s Handbook, data MSDS (lihat Lampiran)




IV. Alat dan Bahan


Alat-alat
Bahan-bahan
Corong pisah 250 ml
Labu distilasi 100 ml
Batu didih
Tabung reaksi
Penangas air
Perlengkapan distilasi
T-butil alkohol
HCl pekat
Larutan NaHCO3
Kertas saring
1-klorobutana/1-bromo butana
Ters-butil klorida
Ters-bromo benzena
2-klorobutana
Lar. 18% NaI dalam aseton
Lar. 1% AgNO3 dalam etanol
Etanol






VI. Prosedur Kerja dan Pengamatan


Prosedur kerja
Pengamatan
1.           25 gr t-butil alkohol dan 85 ml HCl pekat dicampurkan dalam corong pisah 250 ml
2.           Campuran dikocok selama + 20 menit

3.           Keran corong sesekali dibuka.

4.           Campuran didiamkan.

5.           Lapisan atas dan bawah dipisahkan.
6.           Lapisan atas dicuci dengan 20 ml NaHCO3  5%.
7.           Lapisan atas dan bawah dipisahkan.
8.           Lapisan halida (lapisan atas) disaring.
9.           Filtrat didistilasi.
10.       Fraksi didih (t-butil klorida) ditimbang.
11.       % rendemen dihitung.
12.       Indeks bias dihitung.
13.       Tingkat kemurnian ditentukan.

Uji Alkil Halida
a. NaI dalam aseton
1.           Ters-butilklorida dimasukkan dalam tabung reaksi.
2.           Ditambahkan 1 ml 18% NaI dalam aseton.
3.           Tabung reaksi ditutup lalu dikocok
4.           Campuran dipanaskan dalam penangas air (50oC).

b. Larutan perak nitrat
1.           Ters-butilklorida dimasukkan dalam tabung reaksi.
2.           Ditambahkan 1 ml larutan AgNO3 dalam etanol masing-masing tabung.
3.           Tabung dikocok.
4.           Waktu muncul endapan pertama kali dicatat

1.           Suhu corong pisah naik sedikit.


2.           Tekanan di dalam corong pisah menjadi kuat. Corong pisah menjadi semakin panas.
3.           Keluar uap yang berbau HCl pekat.
4.           Campuran terpisah, dan terbentuk 2 lapisan.
5.           Lapisan bawah yang bening dibuang.
6.           Terbentuk 2 lapisan baru.

7.          

8.           Di kertas saring terdapat padatan berupa serbuk.
9.          
10.      

11.       16,15% (perhitungan terlampir)
12.       1,3785
13.       99,26%



1.        

2.        

3.        
4.         Larutan menjadi keruh, seperti terdapat dua fasa.


1.        

2.        


3.        
4.         Terbentuk endapan putih.

 

VII. Pembahasan


Pada percobaan ini, direaksikan HCl dengan ters-butilalkohol untuk membuat ters-butilklorida dengan menggunakan reaksi substitusi nukleofilik. Reaksi yang terjadi adalah :



Reaksi ini, seperti yang ditunjukkan gambar di atas, berlangsung dalam 2 tahap. Pada tahap reaksi pertama, senyawa t-butil alkohol melepas ion OH- yang ditarik oleh ion H+ dari senyawa HCl. Sifat asam kuat yang selalu mencari basa membuat OH- yang merupakan gugus alkohol dan bersifat basa ditarik oleh H+ dari HCl. Hal ini menyebabkan terbentuk ion karbonium (senyawa antara), H2O dan ion Cl-. Pada tahap reaksi kedua, ion Cl- yang memiliki keelektronegatifan tinggi terikat pada ion karbonium yang memiliki keeletropositifan tinggi dan membentuk t-butilklorida.
Saat HCl dan t-butilalkohol dicampurkan dan dikocok, terbentuk gas yang menyebabkan tekanan di dalam corong pemisah bertambah. Hal ini membuat keran corong pemisah harus dibuka untuk setiap selang waktu tertentu. Gas yang terbentuk adalah gas HCl, karena sifat HCl pekat yang mudah lepas menjadi gas, bahkan pada suhu kamar. HCl murni memang berfasa gas[1], dan dalam fasa aq, HCl ditahan oleh kepolaran air agar tetap berada dalam fasa larutan (aq). Dalam kondisi terguncang, gas HCl yang terbentuk akan menjadi jauh lebih banyak. Tidak hanya itu, suhu larutan dalam corong pisah juga naik. Hal ini disebabkan energi solvasi antara HCl dan air yang bersifat eksoterm, dan melepaskan panas. Panas yang dilepas ini akan meningkatkan suhu larutan yang tentu akan menyebabkan lebih banyak larutan HCl lepas menjadi fasa gas. Akibat perubahan volume dari fasa cair ke gas yang besar dalam waktu yang relatif singkat, terjadi peningkatan tekanan secara tiba-tiba.

Setelah beberapa selang waktu, gas yang keluar menjadi semakin sedikit. Hal ini dikarenakan jumlah HCl sudah berkurang, sehingga jumlah air yang ada sudah cukup untuk menahan HCl dalam bentuk ion H+ dan Cl-. Seperti yang sudah dikatakan di atas, air bersifat polar, sehingga dapat menahan HCl dalam jumlah tertentu dalam fasa larutan (aq). Dengan kata lain, HCl berada dalam fasa larutan (aq) dan tidak lagi berubah menjadi fasa gas.

Setelah pengocokan selesai, akan terbentuk dua fasa cairan. Pada lapisan bawah, terdapat HCl yang sudah melarut pada air. Larutan HCl ini memiliki densitas yang lebih besar dari pada air[2]. Sedangkan pada lapisan atas, terdapat t-butilklorida dan sisa-sisa HCl yang belum bereaksi dan tidak melarut pada air.


[1] Lihat data fisik
[2] Lihat data fisik




Setelah lapisan atas dan lapisan bawah dipisahkan, lapisan bawah dibuang, dan lapisan atas dibersihkan dengan menggunakan NaHCO3 5%. Maksud dari penambahan NaHCO3 tersebut adalah agar HCl yang masih tersisa dan tidak bereaksi dengan ion karbonium dapat dipisahkan dari larutan t-butilklorida. Mekanisme pemisahannya dengan memanfaatkan NaHCO3 yang bersifat basa untuk menarik HCl yang merupakan asam kuat untuk membentuk garam NaCl dan H2CO3. H2CO3   yang terbentuk akan terpisah menjadi H2O dan CO2.

Reaksinya:


H2O dapat dipisahkan dengan mengunakan corong pemisah karena ada perbedaan densitas antara air dengan t-butilklorida. Air yang densitasnya lebih besar akan berada di lapisan bawah[1]. Sedangkan NaCl dapat dikeluarkan dari larutan dengan cara penyaringan dengan menggunakan kertas saring. NaCl berada di bawah bersama air karena sifat NaCl yang mudah melarut dalam air. CO2 dapat memisah sendiri karena pada suhu kamar, CO2 berfasa gas. CO2 sudah terpisah ketika pengocokan dan gasnya sudah dikeluarkan terlebih dahulu.

Setelah campuran dipisahkan, cairan didistilasi pada suhu 49oC – 51oC. Walaupun pada suhu di bawah titik didih itu sudah ada distilat yang mengandung t-butilklorida, namun diambil fraksi didihnya saja untuk memastikan bahwa yang distilat yang didapat adalah murni t-butilklorida dan tidak mengandung pengotor-pengotor lain. Pengotor itu antara lain HCl ataupun air yang belum terpisah pada saat pemisahan dengan corong pisah.

Sayangnya suhu pada penangas yang dipanaskan tidak dapat mencapai suhu 49o, dan mencapai temperatur maksimal 47o. Walaupun demikian, pada suhu 47o larutan yang dipanaskan dengan penangas air sudah mendidih. Hal ini disebabkan tekanan udara kota Bandung yang lebih rendah dari tekanan udara pada literatur (1 atm). Karena alasan itulah di bawah suhu 49-51oC t-butilklorida sudah mendidih.


[1] Lihat data fisik


Rendemen yang didapat hanya 16,15% karena larutan yang ditampung untuk diuji indeks biasnya hanyalah larutan pada suhu 47oC saja, sedangkan senyawa t-butilklorida sudah menguap dan mengalami kondensasi pada di suhu di bawah 47oC. Hal ini membuat ada banyak t-butilklorida yang tidak diukur indeks biasnya karena didapat tidak pada titik didihnya. T-butilklorida ini tidak diikutkan dalam perhitungan rendemen, maka itu rendemen yang didapat sangatlah kecil.

Kemurnian dari t-butilklorida yang didapat mencapai 99,26%. Hal ini menunjukkan kemurnian t-butilklorida hasil sintesis tergolong baik.

Uji Alkil Halida
Pada uji alkil halida, percobaan yang dilakukan hanyalah t-butil klorida karena keterbatasan bahan dari laboratorium Kimia Organik. 

Pada pengujian t-butilklorida pada larutan 18% NaI dalam aseton reaksi berjalan lambat. Setelah dikocok, tidak terjadi endapan. Setelah dimasukkan dalam  penangas air, terbentuk dua lapisan dalam larutan. Larutan yang terbentuk adalah antara t-butil iodida dan NaCl. Hal ini dapat terjadi karena NaI yang mudah terion karena ukuran I yang besar. I- adalah nukleofil yang baik[1], sehingga dapat mendesak Cl pada t-butilklorida untuk membentuk  NaCl dan I- mensubstitusi Cl- menjadi alkil halida yang baru, t-butiliodida.

T-butilklorida harus dipanaskan terlebih dahulu untuk membuat ikatan antara Cl dan alkil melemah. Ikatan antara Cl dan alkil tidak dapat lepas sendiri karena pelarut aseton bersifat non polar sehingga ikatan antara Cl dan alkil tidak dapat lepas menjadi ion Cl- dan ion karbonium dengan sendirinya. Reaksi yang terjadi adalah reaksi SN1 karena bentuk molekul t-butilklorida yang berjejal dan tidak memungkinkan reaksi substitusi SN2.

Pada pengujian antara t-butilklorida dengan perak nitrat dengan pelarut etanol, terbentuk endapan putih. Endapan putih itu adalah AgCl yang memiliki kelarutan


[1] Kimia Organik Jilid 1 Hal 173


yang rendah sehingga mengendap. NO3- yang bersifat basa (basa Lewis) akan mengganggu ikatan antara alkil dan Cl-. Pelarut etanol yang sangat polar juga membuat ikatan antara alkil dan Cl- untuk cenderung lepas. Pelarut etanol inilah yang mendukung reaksi ini sehingga reaksi berlangsung dengan singkat.

VIII. Kesimpulan

1.         Rendemen yang didapat 16,15 %. Sedikit karena tidak semua t-butilklorida hasil sintesis masuk perhitungan (lihat pembahasan).
2.         Kemurnian t-butilklorida hasil sintesis 99,26%.
3.         T-butilklorida dapat disintesis dengan reaksi substitusi nukleofilik antara t-butil alkohol dengan asam kuat HCl.
4.         Reaksi SN1 membutuhkan senyawa antara, yang dinamakan ion karbonium.
5.         Reaksi SN1 dan SN2 dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan. Pelarut polar akan mendukung reaksi dari SN1, sedangkan pelarut non polar menyebabkan reaksi berlangsung secara SN2.
6.         Jika SN1 tidak dapat berlangsung karena ikatan antar molekul yang kuat, dapat dilakukan pelemahan ikatan dengan pemanasan.

IX. Daftar Pustaka

Fessenden, Fessenden.Kimia Organik jilid 1. Erlangga hal :173, 181-182, 190

Perry ‘s Chemical Engineers’ Handbook, Physical and Chemical Data.

Wertheim, Harold Jeskey. Introductory Organic Chemistry. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Wilcox, Charles F. Jr and Mary F. Wilcox. 1995. Experimental Organic Chemistry. USA: Prentice Hall Inc.
http://www.wordiq.com/definition/Nucleophilic_substitution
http://www.abdn.ac.uk/curly-arrows/org/n1.htm


LAMPIRAN




 
Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Material-is-me Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger